BBPSIK Jogja – Bertempat di Jakarta pada Kamis 12/09/24, Balai Besar Pengujian Standar Instrumen Kehutanan (BBPSIK) yang diwakili oleh Retisa Mutiaradevi, S.Kom., MCA Kepala Bidang PVSI mengikuti forum dialog antara pelaku usaha industri, pemerintah, akademisi, konsumen dan pemangku kepentingan terkait dengan merumuskan arah pengembangan industri hasil hutan kayu dengan basis standar yang diperlukan untuk pembangunan infrastruktur hijau dan perekonomian berkelanjutan. Forum ini dibungkus dalam sebuah Simposium Nasional dengan mengusung tema “Standar Produk Hasil Hutan dalam Ekonomi Sirkular untuk Konstruksi Hijau”.
Dibuka oleh Ir. Ary Sudijanto, MSE, selaku Kepala Badan Standardisasi Instrumen LHK (BSILHK), simposium ini mengangkat isu strategis terkait dengan peran krusial dari standar produk hasil hutan dalam konteks ekonomi sirkular untuk konstruksi hijau. “Saya merasa topik ini relevan dengan tantangan besar yang sedang kita hadapi saat ini yaitu Triple Planetary Crisis, khususnya pada krisis keragaman hayati dan perubahan iklim” ungkap Kepala Badan.
Sebagaimana kita ketahui, penggunaan produk hutan yang bersertifikat dan dikelola secara berkelanjutan, dapat membantu melestarikan keanekaragaman hayati dan mendukung ekosistem yang sehat. Kayu yang diproduksi secara lestari menjadi hal penting dalam pengembangan industri, termasuk konstruksi, produksi furniture, pengemasan, pembangkitan energi terbarukan, pengembangan biomaterial untuk pakaian, dan biokimia. Sistem standardisasi dan penilaian kesesuaian terhadap pengelolaan hutan berkelanjutan harus dapat memastikan bahwa produk hutan berasal dari hutan yang dikelola secara bertanggung jawab dan bersertifikat. Hal ini mempromosikan keberlangsungan keanekaragaman hayati, mencegah deforestasi, dan mendukung komunitas lokal, yang merupakan langkah aksi untuk mengatasi krisis keragaman hayati.
Terkait krisis iklim, dalam konteks konstruksi, penggunaan bahan bangunan yang ramah lingkungan dan pengelolaan hutan yang berkelanjutan adalah langkah kunci untuk mengurangi jejak karbon kita. Industri bangunan saat ini menyumbang 39% emisi CO2 terkait energi global, dimana 11% diantaranya berasal dari manufaktur bahan bangunan dan produk seperti baja, semen, dan kaca. Upaya pengurangan emisi belum sepenuhnya fokus pada dekarbonisasi sektor konstruksi, melainkan pada tenaga listrik dan transportasi. Dekarbonisasi dengan kemajuan teknologi berupa peningkatan penggunaan biomaterial sirkular regeneratif dari hutan akan menghasilkan rantai manfaat, mulai dari pengurangan risiko kebakaran hutan hingga peningkatan produktivitas hutan.
Penggunaan kayu sebagai bahan netral karbon dalam konstruksi memiliki pengaruh yang besar serta inovatif untuk mencapai netralitas karbon dan mendorong perekonomian yang berketahanan. Konstruksi berbahan kayu pada separuh bangunan dapat mengurangi emisi sebesar 0,15 miliar tCO2e per tahun, dengan tambahan 0,52 miliar tCO2e per tahun yang tersimpan di material kayu dalam bangunan.
Dalam menghadapi tantangan-tantangan tersebut integrasi standar produk hutan dalam konstruksi hijau merupakan langkah krusial menuju pengelolaan sumberdaya yang berkelanjutan. Kebijakan untuk mendukung penggunaan material kayu, serta pengurangan limbah dan peningkatan daur ulang bahan bangunan membutuhkan pedoman yang jelas salah satunya dengan pengembangan standar-standar baik berupa standar mutu produk kayu, kayu olahan, jaminan kelestarian hutan dan sertifikasinya, maupun standar perdagangan produk kayu global.
Kebijakan tersebut sangat terkait dengan konsep ekonomi sirkular, dimana ekonomi sirkular merupakan model yang berupaya memperpanjang siklus hidup dari suatu produk, bahan baku, dan sumber daya yang ada agar dapat dipakai selama mungkin. Prinsip dari ekonomi sirkular mencakup pengurangan limbah dan polusi, menjaga produk dan material terpakai selama mungkin, dan meregenerasi sistem alam. Saya rasa, prinsip ini sejalan dengan upaya pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan. Dengan memanfaatkan prinsip-prinsip ekonomi sirkular, kita dapat mengurangi dampak lingkungan, melestarikan sumber daya hutan, dan berkontribusi pada bumi dan lingkungan yang lebih sehat dan tangguh. Konstruksi merupakan salah satu sektor prioritas penerapan ekonomi sirkular di Indonesia.
Berbicara tata kelola industri kehutanan, tentu tidak lepas dari aspek hulu dalam penyiapan bahan baku, aspek hilir pemanfaatan bahan baku, serta aspek ekonomi. Dengan fokus pada kelestarian lingkungan dan hilirisasi, pengelolaan hutan berkelanjutan diharapkan dapat meningkatkan investasi dan daya saing. Bahan baku dari kayu cepat tumbuh (Fast Growing Species/FGS) juga merupakan langkah upaya tata kelola bahan baku yang dapat mendorong masyarakat untuk melakukan penanaman dan rehabilitasi lahan, dan menjadi alternatif tambahan pendapatan masyarakat, serta sebagai alternatif sumber bahan baku berkelanjutan.
Simposium ini mengundang narasumber dari Kementerian PUPR, Kementerian Perdagangan, IPB University, APKINDO serta dihadiri oleh para pakar, akademisi, pelaku usaha, asosiasi, praktisi dan tentunya unsur pemerintah.
Kontributor : Retisa Mutiaradevi
Penyaji : Uki Maharani Pamukti
Editor : Rinto H.
Balai Besar Pengujian Standar Instrumen Kehutanan (BBPSIK) Yogyakarta:
Jl. Palagan Tentara Pelajar KM 15 Purwobinangun, Kec. Pakem, Kab. Sleman, Yogyakarta (Indonesia)
Telp. (0274) 895954; 896080
Email : bbpsikjogja@menlhk.go.id
Website : https://jogja.bsilhk.menlhk.go.id/
Instagram : https://www.instagram.com/bbpsik_jogja/
Facebook : https://www.facebook.com/bbpsikjogja/
Twitter : https://x.com/bbpsik_jogja
Youtube : https://www.youtube.com/BBPSIKJogja