Jl. Palagan Tentara Pelajar, km.15 Purwobinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta, 55582
Phone 0274-895954, Fax 0274-896080
bbpsikjogja@menlhk.go.id

PENGUJIAN STANDAR PEMANFAATAN HHBK PANGAN MADU

PENGUJIAN STANDAR PEMANFAATAN HHBK PANGAN MADU

BBPSIK Jogja – Tim BBPSIK Jogja, pada awal Agustus ini melaksanakan Pengujian standar pemanfaatan HHBK Pangan Madu ke Kelompok Tani Hutan (KTH) Madu Sari, dan KTH Sari Alami. Kegiatan ini dalam rangka Validasi Standar Pemanfaatan HHBK Pangan KHDTK Gunung Kidul Blok Watusipat.

Standar Nasional Indonesia (SNI) 8664:2018 dengan judul Madu adalah SNI revisi yang merupakan penggabungan dari SNI 3545-2013 Madu dan SNI 7899-2013 Pengelolaan madu. Standar ini disusun berdasarkan perkembangan keragaman produksi madu nasional yang meliputi madu hutan, madu budidaya dan madu lebah tanpa sengat (trigona) serta untuk mengikuti perkembangan dalam dunia perdagangan.

Maksud dan tujuan penyusunan SNI madu adalah sebagai acuan/pedoman dalam melindungi konsumen dan produsen serta menunjang komoditas ekspor hasil hutan. Standar ini dirumuskan dengan tujuan untuk mendukung sistem akreditasi dan sertifikasi produk hasil hutan.

Madu di Indonesia sangat beragam. Keragaman madu tersebut dipengaruhi oleh perbedaan asal daerah, musim, jenis lebah, jenis tanaman sumber nektar, cara hidup lebah (budidaya atau liar), cara pemanenan serta cara penanganan pasca panen.

KTH Madu Sari 

Kunjungan pertama adalah ke KTH Madu Sari yang beralamat di Padukuhan Ngrandu, Desa Katongan, Kecamatan Nglipar, Kabupaten Gunungkidul telah merintis budidaya lebah madu sejak tahun 2005 (18 tahun). Awalnya hanya mengambangkan lebah lanceng (Trigona spp), kemudian ditambah dengan jenis-jenis lain seperti Itama, biroi dan laevicep.  

Hasil madu klanceng memiliki beberapa varian rasa: manis, kecut, dan pahit. Hal itu terjadi karena rasa yang dihasilkan sangat tergantung dari nektar tanaman yang diisap kawanan klanceng itu sendiri dan juga lama madu dihasilkan oleh lebah. Jika panen dilakukan cepat, rasa madu dominan manis. Semakin lama madu dibiarkan di dalam sarang, akan menghasilkan madu dengan rasa yang lebih kecut. Rasa pahit didapat karena lebah menghisap bunga mahoni dan sengon laut. Madu kecut konsistensinya encer (karena sudah terfermentasi).

Untuk pakan lebah, dilakukan penanaman vegetasi tanaman keras seperti sengon laut, acacia, mahoni dan kaliandra. Selain itu, menanam tanaman yang bisa berbunga sepanjang waktu yaitu air mata pengantin, xanthostemon maupun tanaman buah. Penggunaan pakan sintetis umumnya dilakukan untuk jenis Apis mellifera. Karena kebutuhan pakannya yang tinggi sehingga sulit terpenuhi dari pakan alami (nektar bunga). Madu yang dihasilkan dari pakan sintetis memiliki tingkat keenceran yang berbeda, demikian juga dengan kadar sukrosanya.

KTH Sari Alami 

Setelah dari KTH Madu Sari, tim bergerak ke KTH Sari Alami yang berkedudukan di Desa Kedungpoh Kecamatan Nglipar Kabupaten Gunungkidul. Menurut salah seorang sumber dari KTH Sari Alami, masyarakat desa Kedungpoh telah lama mengenal manfaat produk lebah madu dan membudidayakan lebah madu tersebut secara tradisional dalam glodog (sejak 1995). Kegiatan ini dipelopori oleh Bapak Warsito. 

Usaha ini kemudian dilanjutkan oleh beberapa orang warga Desa Kedungpoh yang mencoba untuk melakukan budidaya lebah madu lokal secara lebih modern dengan menggunakan peti lebah (stup). Namun, hasilnya dirasa belum maksimal sehingga masih perlu dukungan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka dalam budidaya lebah madu, khususnya lebah madu lokal Apis cerana

Awalnya Bapak Warsito mendapat pelatihan budidaya lebah madu di BDK Kadipaten. Hasil pelatihan kemudian dipraktikkan bersama masyarakat. Jenis lebah yang dikembangkan awalnya Apis mellifera, hanya bertahan 6 bulan karena tidak adanya ketersediaan pakan secara kontinyu. Kemudian lebah melifera diganti dengan cerana dan trigona. Beberapa kendala yang dihadapi dalam budidaya lebah: cuaca yang terlalu panas, ketersediaan pakan diatasi dengan penanaman berbagai jenis tanaman buah seperti kelengkeng, rambutan, alpukat dan lainnya yang merupakan kegiatan CSR PLN.

Secara umum KTH Madu Sari dan KTH Sari Alami dalam melaksanakan pengolahan pasca panen sudah sejalan dengan kesesuaian proses pasca panen dalam SNI 8664:2018, namun demikian diperlukan tindakan lebih lanjut, tutur salah seorang PEH-BBPSIK, Maman Sulaeman, S.hut. 

Harapannya dengan madu yang ber-SNI memberikan kepastian kualitas produk terhadap konsumen sehingga mengurangi keraguan untuk mengkonsumsi madu tersebut. Disamping itu, bagi pembudidaya/peternak lebah madu dapat memberikan nilai jual lebih tinggi dan meningkatkan kepercayaan kepada konsumen karena sudah lolos uji persyaratan kualitas madu yang sesuai dengan SNI. 

Kontributor     : Maman Sulaeman dan Tim

Penyaji           : M. Nurdin Asfandi

Editor             : Rinto Hidayat

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *